Malam Kamis, di pondok kami, Kampung Bahasa sudah menjadi rutinitas yang selalu dihelat guna mengembangkan kemampuan kebahasaan santri, baik di bidang bahasa arab maupun dalam bahasa inggris. *Kata Ustadzah Tsani* Saya baru 2 kali ini ikut kegiatan tersebut. Dan rasanya seperti dicambuk-cambuk. Perih, tapi beneran pingin bisa. Pingin latihan. Pingin berusaha. Banget. Act now, Suci.
Ini sejujurnya cambukan kedua bagi saya, setelah tadi siang, di mata kuliah muhadatsah saya hanya bisa birbicara sedikit, tentang nama, alamat, riwayat pendidikan, orangtua, hobi. Selebihnya mendengarkan teman-teman berbicara, berusaha memahami apa yang mereka bicarakan, dan ikut tertawa ketika ada salah seorang dari kami yang melucu.
Bahasa itu membutuhkan latihan. Bahasa itu mudah. Kesulitannya ada di dirimu sendiri. Ketakutan yang menghantuimu, sirnakan sajalah. Dan mencoba untuk belajar, sedikit, demi sedikit. Kontinyu. Bahasa tanpa latihan adalah kosong. Saya sangat setuju dengan hal itu. Lagi, semangat saya terlecut. Saya percaya, dengan usaha yang lebih keras, saya akan bisa. Allaah tahu seberapa ingin saya bisa. Tidak hanya pidato dan menjadi juara, tetapi saya juga ingin bisa berkomunikasi dengan bahasa arab. Seperti sosok dosen, guru, dan ustadz saya. Waaaaaa....
Gus Hanif, putra pendiri pontren ini bilang kalau bahasa itu gak ada matinya. Lagi, saya setuju. Kematian bahasa berarti kepunahan komunikasi, yang berarti juga musnahnya peradaban. Selama masih ada manusia, akan selalu ada bahasa.
Selamat malam, cambukan yang semoga bisa membuat saya lebih bisa. Selamat malam, saya masih nagih janji ke diri saya untuk nulis pake bahasa arab. Semangaaatttttt !!!!! ~
Pondok Pesantren Edi Mancoro
Gedangan, Tuntang, Kab. Semarang
17-09-2014 - 22.34
Fs. Nurani
Tidak ada komentar:
Posting Komentar